Oleh : Gita Perdana
Hipertensi menjadi salah satu penyakit pembunuh diam-diam (silent
killer) yang dikenal sebagai penyakit kardiovaskular. Meningkatnya tekanan
darah dan gaya hidup yang tidak seimbang dapat meningkatkan faktor risiko
munculnya berbagai penyakit seperti arteri koroner, gagal jantung, stroke, dan
gagal ginjal. Diseluruh dunia hampir satu milyar orang menderita tekanan darah
tinggi (hipertensi). Menurut WHO (2011) dua per tiga penyakit hipertensi ini
terjadi di Negara berkembang. Di tahun 2025 diperkirakan 1,56 milyar orang
menderita hipertensi. Hipertensi mengakibatkan 8 juta orang meninggal setiap
tahunya. Dan di Asia Tenggara 1,5 juta orang meninggal dunia akibat hipertensi.
Kira-kira sepertiga populasi penduduk di asia tenggara mempunyai penyakit
hipertensi. Hipertensi merupakan penyebab kematian ke-3 setelah stroke dan
tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari
populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (2007)
menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%.
Menurut Ikeda (2014), penyumbang terbesar penyakit hipertensi di dunia
adalah Amerika dengan prevalensi sebesar 83,9% pada tahun 2009-2010 terjadi
pada umur 35-49 tahun. Di Indonesia, prevalensi hipertensi sebesar 25,8%
terjadi pada usia ≥ 18 tahun. Penderita hipertensi yang paling banyak berasal
dari kalangan menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan dengan status
pengangguran.
Menurut Rohman (2011) penyebab tidak terkontrolnya tekanan darah tinggi
sebanyak 53,2% adalah minum obat tidak teratur, keberhasilan suatu terapi tidak
hanya dari ketepatan diagnosa, pemilihan dan pemberian obat yang tepat, namun
kepatuhan pengobatan juga menjadi penentu keberhasilan. Khususnya untuk terapi
jangka panjang pada beberapa penyakit kronis diantaranya hipertensi, kepatuhan
sangatlah penting. Sebab ketidakpatuhan terhadap terapi pengobatan akan
berdampak negatif terhadap kualitas hidup pasien itu sendiri. Mahalnya
obat-obat untuk mengobati hipertensi tidak dapat ditanggung oleh masyarakat
ekonomi lemah sehingga upaya - upaya mencari pengobatan alternatif mulai
dilakukan.
Menurut Depkes RI (2006) hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi
di atas batas normal (120/80 mmHg). Para ahli medis menetapkan bahwa 120 -
139/80 - 89 dikatakan sebagai prehipertensi. Berdasarkan etiologi
patofisiologinya hipertensi dapat dibedakan menjadi hipertensi primer
(esensial) yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder (non
esensial) yang diketahui penyebabnya.
Guyton (1993) menyatakan bahwa mekanisme pengaturan tekanan darah dapat
dibagi menjadi dua tipe yaitu pengaturan tekanan darah jangka pendek dan
pengaturan tekanan darah jangka pendek. Pengaturan tekanan darah jangka panjang
diperantarai oleh mekanisme ginjal cairan tubuh dan sistem renin angiotensin
aldosteron. Pengaturan tekanan darah jangka pendek bekerja melalui saraf dengan
pengaturan baroreseptor dan kemoreseptor pembuluh darah arteri.
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan kerusakan organ target seperti gagal
jantung, penyakit jantung koroner atau penyakit ginjal kronik. Target nilai
tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII adalah <140/90 mmHg untuk
pasien dengan tanpa komplikasi, <130/80 mmHg untuk pasien dengan diabetes
dan penyakit ginjal kronis (Dipiro, et al., 2008).
Obat Antihipertensi
1.
Diuretik
Diuretik
adalah obat antihipertensi yang bekerja dengan meningkatkan pengeluaran urin
(diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal.
2.
Penghambat enzim pengubah angiotensin (ACEi)
ACEi menurunkan produksi angiotensin II,
meningkatkan kadar bradikinin, dan menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis
melalui penurunan curah jantung dan dilatasi pembuluh arteri akibat
berkurangnya jumlah angiotensin II di
dalam darah. Obat-obat yang termasuk dalam golongan ini adalah kaptopril,
enalapril, ramipril, lisinoril.
3.
Antagonis kalsium
Antagonis
kalsium bekerja menurunkan tahanan vaskular dan menurunkan kalsium
intraseluler. Ion kalsium di jantung mempengaruhi kontraktilitas otot jantung.
Kelebihan ion ini akan menyebabkan kontraksi otot jantung meningkat sehingga
akan meningkatkan tekanan darah.
4.
Penghambat reseptor angiotensin (ARB)
ARB
bekerja dengan cara menghambat ikatan antara angiotensin II dengan reseptornya.
Golongan obat ini menghambat secara langsung reseptor angiotensin II tipe 1
(AT1) yang terdapat di jaringan. AT1 memediasi efek angiotensin II yaitu
vasokontriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon antidiuretik
dan kontriksi arteriol eferen glomerulus.
5.
Penghambat reseptor beta (ß blocker)
Penghambat
ß menurunkan tekanan darah melalui penurunan curah jantung akibat penurunan
denyut jantung dan kontraktilitas. Mekanisme utama penghambat ß adalah menghambat
reseptor ß1 pada otot jantung sehingga secara langsung akan menurunkan denyut
jantung.
6.
Penghambat reseptor alfa (a blocker)
Reseptor
a terdiri dari a1 dan a2. Reseptor a1 terdapat di jantung sedangkan reseptor a2
terdapat di otak. Kedua reseptor ini memiliki peran yang berlawanan. Aktivasi
dari reseptor a1 akan meningkatkan peningkatan senyawa katekolamin, yakni
epinefrin, nor epinefrin dan dopamin yang akan menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah. Prazosin, terazosin, dan doxazosin adalah penghambat reseptor
a1 selektif.
7.
Agonis a2 sentral
Klonidin
dan metildopa menurunkan tekanan darah terutama dengan merangsang reseptor a2
di presinap di otak. Perangsangan ini menurunkan aliran simpatetik dari pusat
vasomotor di otak. Penurunan aktivitas aimpatetik, bersamaan dengan
meningkatnya aktivitas parasimpatetik, dapat menurunkan denyut jantung, cardiac
output, tahanan perifer total, aktifitas plasma renin, dan refleks
baroreseptor.
Setiayaningsih (2007) menyatakan vaksin DNA dibuat dengan jalan
menginsersikan gen pengkodean antigen yang bertanggung jawab menginduksi respon
kekebalan dengan jumlah yang cukup untuk memproteksi, ke dalam vektor plasmid
eukariot. Menurut Lorenzen dan Lapatra (2005) vaksin DNA memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya adalah mudah dikembangkan, mudah diproduksi, tidak
menimbulkan infeksi, bersifat stabil sehingga memudahkan dalam penyimpanan,
serta mampu mengaktivasi sistem kekebalan tubuh baik humoral maupun seluler.
Para
peneliti telah merancang vaksin DNA yang menargetkan angiotensin II. Hormon ini
meningkatkan tekanan darah dengan menyebabkan pembuluh darah mengerut.
Penyempitan ini dapat meningkatkan tekanan darah dan memaksa jantung bekerja
lebih keras.
Dr. Hironori Nakagami (2015)
mengatakan potensi vaksin hipertensi ini menawarkan pengobatan inovatif yang
bisa sangat efektif untuk mengendalikan kepatuhan medis, yang merupakan salah
satu masalah utama dalam penanganan pasien hipertensi. Vaksin DNA yang
diciptakan bekerja mirip dengan obat penghambat angiotensin-converting enzyme
(ACE). Vaksin menargetkan angiotensin II, suatu hormon yang menyempitkan
pembuluh darah dan mengakibatkan peningkatkan tekanan darah. Tekanan darah
tinggi memaksa jantung untuk bekerja lebih keras.
Dalam studi Osaka,
peneliti menggunakan suntikan tanpa jarum untuk menyuntik tikus yang mengalami
hipertensi tiga kali dalam interval dua minggu. Vaksin itu mampu menurunkan
tekanan darah tikus selama enam bulan dan mengurangi kerusakan jaringan ke
jantung dan pembuluh darah, yang berhubungan dengan hipertensi. Para ilmuwan
tidak menemukan tanda-tanda lain dari kerusakan organ, seperti di ginjal atau
hati.
Harapan pemanfaatan vaksin
antihipertensi adalah meningkatkan kepatuhan medis pasien dan mencapai tekanan
darah yang ideal. Penelitian lebih lanjut pada platform vaksin DNA ini,
termasuk meningkatkan jangka waktu penurunan tekanan darah, pada akhirnya dapat
memberikan pilihan terapi baru untuk mengobati pasien hipertensi yang lebih
efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (2006). Pharmaceutical
Care Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dipiro, T.J., Talbert,L.R., Yee, C.G., Matzke, R.G., Wells, G.B., dan
Posey, M.L. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. New
York: Mc Graw Hills Company. Hal. 141-142.
Guyton, A.C. (1993). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
ketujuh. Jakarta: EGC Kedokteran. Hal. 288-339.
Hiroshi Koriyama, Hironori Nakagami, Futoshi Nakagami,
Mariana Kiomy Osako, Mariko Kyutoku, Munehisa Shimamura, Hitomi Kurinami,
Tomohiro Katsuya, Hiromi Rakugi, and Ryuichi Morishita. Long-Term Reduction of High Blood Pressure by Angiotensin II DNA Vaccine
in Spontaneously Hypertensive Rats. Hypertension, May 2015
DOI:10.1161 / HYPERTENSIONAHA. 114. 04534.
Lorenzen, N. and S.E. Lapatra. 2005. DNA vaccine for aquaculture fish. Rev. Sci. Tech. Int. Epiz. 24
(1):201-213.
Setiyaningsih, Surachmi (2007). Pengembangan Vaksin
dari Isolat Lokal Virus Avian Influenza. KKP3PT.
No comments:
Post a Comment