Saturday, January 9, 2016

PEMANFAATAN EKSTRAK ETANOL DAN INFUSA BAYAM DURI SEBAGAI ANTIMALARIA DALAM UPAYA MENUJU INDONESIA BEBAS MALARIA

Oleh : Gita Perdana


Malaria adalah penyakit yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit Plasmodium. Setiap 30 detik seorang anak meninggal akibat malaria. Terdapat 247 juta kasus malaria tahun 2006, dan setidaknya 1 juta meninggal (WHO, 2013).
Indonesia salah satu negara yang endemis malaria. Sampai tahun 2009, sekitar 80% kabupaten/Kota masih termasuk katagori endemis malaria dan sekitar 45% penduduk bertempat tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Sementara jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2009 sebanyak 1.143.024 orang. Berdasarkan Pemprovsu (2010), Sumatera Utara merupakan daerah yang endemis malaria di antaranya Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Labuhan Batu, Serdang Bedagai, Asahan, Samosir, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Nias, Nias Selatan, Batu Bara, Padang Lawas, Padang Lawas Utara dan Kabupaten Labuhan Batu Utara. Salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang endemis malaria seperti Kabupaten Nias Selatan merupakan daerah tertinggi kasus malaria di Sumut dengan 1.163 kasus (3,73 persen), Madina dengan 1.225 kasus (3,12 persen), Batu Bara dengan 785 kasus (2,07 persen), Labuhan Batu Utara (Labura) dengan 658 kasus (1,97 persen).
Menurut Sutisna (2006), ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan jumlah penderita malaria yaitu perubahan iklim, gagalnya pemberantasan vektor malaria, resistensi terhadap obat malaria bahkan juga sudah terjadi pada Klorokuin yang menjadi andalan sebagai antimalaria pada saat ini.
Klorokuin menjadi obat antimalaria pilihan utama untuk pengobatan pasien malaria selama 50 tahun ini, tetapi berkembangnya P. falciparum yang resisten terhadap obat ini telah menjadi masalah yang sangat besar. Depkes RI (2004) melaporkan kasus P. Falciparum resisten klorokuin di Indonesia telah ditemukan di 12 propinsi pada 14 kabupaten yaitu Propinsi Nangro Aceh Darusalam, Lampung, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Maluku, Maluku Utara dan DKI Jakarta. Kemudian resistensi ini terus menyebar dan selanjutnya kasus-kasus malaria yang resisten klorokuin sudah ditemukan di seluruh propinsi Indonesia.
Mustofa (2003) menyatakan bahwa timbulnya resistensi terhadap obat antimalaria seperti klorokuin dan lainnya ikut mendorong gerakan kembali ke alam untuk mencari obat lain dengan mekanisme kerja yang berlainan serta mengembangkan antigen dan vaksin antimalaria. Upaya untuk menemukan antimalaria baru dari tanaman obat telah dilakukan secara sangat intensif pada beberapa dasawarsa terakhir ini oleh beberapa peneliti dunia.
Salah satu pemecahan masalah resistensi obat malaria adalah mencari alternatif pengobatan yang berasal dari tanaman herbal yang banyak tumbuh di Indonesia. Semenjak ditemukannya Artemesinin sebagai pengobatan malaria dari herbal Artemisiaannua, hal ini menjadi perhatian yang besar diseluruh dunia, juga di Indonesia. Banyak tumbuhan herbal sebagai anti malaria telah diteliti, seperti sambiloto, ceplukan, daun sabrang, tetapi belum banyak yang meneliti tentang bayam duri.
Bayam duri (Amaranthus spinosus) merupakan tanaman yang tersebar luas didaerah tropis dan bersuhu hangat di Asia, mulai dari Jepang, Indonesia, hingga India (Mishra, 2012). Tanaman ini merupakan salah satu tanaman obat tradisional yang digunakan untuk berbagai macam keperluan antara lain sebagai antipiretik, diuretik, antiinflamasi, antibakterial, dan antimalaria (Mishra, 2012 dan Vardana, 2012). Tumbuhan ini banyak tumbuh liar di kebun-kebun, tepi jalan, tanah kosong dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut. Bayam duri bisa tumbuh di seluruh wilayah Indonesia.
Menurut penelitian Azeredo (2009), secara kimiawi bayam duri mengandung sejumlah konstituen aktif mencakup alkaloid, flavonoid, glikosida, asam fenolat, steroid, asam amino, terpenoid, lipid, sapoin, betalain, B sitosterol, stigmasterol, asam linoleat,amaranthosida, amarisin, dan lain lain. Kelompok alkaloid terdiri atas sejumlah betalain dan molekul turunannya. Betalain sudah dikenal karena khasiatnya sebagai antioksidan, antikanker, antiviral, dan antiparasit. Betalain merupakan pigmen kelompok alkaloid yang larut dalam air terdiri atas betasianin yang berwarna violet dan betaxant hin yang berwarna kuning.
Penelitian Hilou (2006) tentang hasil liopilisasi bayamduri dan boerhaavia erecta menunjukkan bahwa kombinasi kedua ekstrak herbal ini mempunyai aktivitas skizontisidal darah malaria. Purniawan (2012) membuktikan bahwa ekstrak etanol bayam duri memiliki aktivitas skizontisidal secara in vitro. Penelitian Susantiningsih (2011) sebelumnya mengenai ektrak etanol bayamduri mampu meningkatkan survival mencit terinfeksi Plasmodium berghei. Penelitian dari Susantiningsih (2012) dengan membuat ekstraksi Sebanyak  500 g bayamduri diekstraksi dengan etanol 70%. Diperoleh ekstrak kering seberat 70,0 g. Pembuatan infusa dengan menimbang sebanyak 10 g simplisia bayamduri dicampurkan dengan akuabides sebanyak 100 ml, kemudian dipanaskan pada suhu 90°C selama 15 menit dan dihasilkan sari berupa ekstrak air bayam duri 10%. Larutan terapi diberikan kepada mencit dengan dosis yang telah ditentukan. Kemudian penelitian Susantiningsih membuktikan bahwa bayam duri dengan dosis 100 mg/kgBB mempunyai efek skizontisidal yang sama baik dengan kelompok yang diberi klorokuin, sedangkan persen penghambatan parasitemia pada kelompok yang diberi terapi ekstrak bayamduri sebesar 62, 29 ± 0,96%. Sementara, dengan dosis 10 mg/kgBB ekstrak etanol bayam duri memberikan hambatan yang cukup signifikan yaitu 69,42%.
Menurut Susantiningsih (2012), betalain dan senyawa antioksidan lain yang larut pada proses pembuatan infusa bayam duri, mempunyai kemampuan antimalaria yang sangat ampuh. Hilou et al menyatakan bahwa hal ini kemungkinan karena zat berkhasiat pada bayam duri yang menjadi pusat kerja anti malaria betanin dan amaranthin. Kedua senyawa ini mempunyai gugus orthodiphenol dan sejumlah karbon yang mampu mengkelasi kation seperti Ca2+, Fe2+, dan Mg2+ yang ada di dalam parasit.
Aktivitas antioksidan bayamduri bekerja dengan mencegah terjadinya peroksidasi lipid dan sel endotel yang juga berperan dalam mekanisme komplikasi sistemik dari malaria. Amina siklik pada betalain yang mirip dengan ethoxyquine merupakan gugus yang reaktif sehingga dengan satu gugus fenolik atau amina asiklik, betasianin dan betaxhantin mampu menjadi donor elektron yang sangat baik sehingga mampu menstabilkan senyawa radikal.

Ekstrak etanol dan infusa bayam duri (Amaranthus spinosus L.) memiliki aktivitas anti malaria terhadap mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei. Selanjutnya, dibutuhkan penelitian-penelitian klinis mengenai bayam duri kemudian diaplikasikan di masyarakat. Bayam duri mampu menjadi pilihan pengobatan malaria terutama untuk wilayah-wilayah yang endemik malaria dan resistensi obat-obat anti malaria serta kekurangan fasilitas kesehatan untuk mewujudkan Indonesia bebas malaria [ ].

No comments:

Post a Comment