Oleh : Gita Perdana
Energi saat ini memegang peranan yang penting dalam pengembangan ekonomi
nasional. Hal ini merupakan suatu hal yang tidak dipersoalkan lagi, bahkan oleh
Negara-Negara yang telah maju, maupun oleh Negara yang sedang berkembang bahwa
penggunaan energi secara tepat dan berdaya guna tinggi merupakan syarat yang
mutlak untuk meningkatkan kegiatan ekonomi. Indonesia merupakan Negara yang
memiliki berbagai jenis sumber energi dalam jumlah yang cukup melimpah.
Menurut Wacik (2012), saat ini, bahan bakar fosil berkontribusi sebesar
94% terhadap bauran energi nasional, yang terdiri atas 47% berbasis minyak
bumi, 21% gas bumi, dan 26% batubara. Dengan pertumbuhan ekonomi 6,3 –6,8 per
tahun, kebutuhan energi diproyeksikan tumbuh sekitar 6% pertahun sampai dengan
2014.
Namun, jumlah sumber energi yang banyak tidak menjadi jaminan kebutuhan
energi nasional tercukupi untuk jangka panjang. Dibuktikan oleh PT Pertamina
(Persero) yang sudah menyiapkan diri jauh-jauh hari untuk mengimpor gas alam
cair (LNG) pada 2018. Jumlahnya cukup besar mencapai 7,5 juta ton pertahun. Direktur
Gas dan Energi Baru Terbarukan Pertamina Yenny Andayani mengatakan, impor
dilakukan karena kebutuhan gas domestik yang sangat tinggi, terutama untuk
listrik dan industri. Yenny
mengungkapkan, pada 2018 tersebut, total kebutuhan impor LNG Pertamina mencapai
7,5 juta ton per tahun (MTPA).
Salah satu solusi untuk mengahadapi tantangan krisis gas dan mencapai
tujuan swasembada energi adalah dengan memanfaatkan biogas. Menurut Abdullah (1998), biogas merupakan suatu jenis gas yang
dapat dibakar, yang diproduksi melalui proses fermentasi anaerobik bahan
organik seperti kotoran ternak dan manusia, biomassa, limbah pertanian atau
campuran keduannya, di dalam suatu ruangan pencerna (digester). Biogas
sering pula timbul jika bahan-bahan organik seperti kotoran hewan, kotoran
manusia, atau sampah, direndam dalam air dan disimpan dalam tempat tertutup
atau anerobik. Menurut Sonson Garsoni,
setiap harinya, output shelter Instalasi Biodegester 7.000 Liter
menghasilkan biogas dengan kemurnian > 80% metan sebanyak 37,8 m3
yang memiliki daya nyala dan kalori tinggi sebagai bahan kompor guna memasak
setara 17,388 kg LPG. Instalasi ini juga bisa menghasilkan energi untuk
menyalakan tiga unt genset 5.000 watt sebanyak 45,46 KWh (kilowatt haou).
Tambah pula, material cairan yang diperoleh dari lumpur (sludge) keluaran
instalasi bisa digunakan sebagai pupuk kompos cair. Kompos cair ini bermanfaat
bagi pertumbuhan vegetasi dalam reklamasi lahan tambang. Selain itu, material
lumpur noncair, berupa kompos padat, akan sangat berguna bagi media tumbuh
jamur tiram. Jamur tiram ini tumbuh baik pada material dengan kandungan
selulosa tinggi seperti halnya kompos asal eceng gondok. Data yang diperoleh dari kajian teknologi (2007) menyebutkan bahwa
nilai kalor rendah (LVH) CH4 = 50,1 MJ/kg dengan densitas CH4 =
0,717 kg/m3. Kemampuan biogas sebagai sumber energi sangat
bergantung dari jumlah gas metan. Setiap satu m3 metan setara dengan
10 kWh.
Keuntungan
dari penggunaan teknologi biogas adalah sebagi berikut :
a.
Biogas yang dihasilkan
diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan bahan
bakar minyak yang relatif cukup mahal.
b.
Teknologi ini dapat
mengurangi pencemaran lingkungan, karena sampah organik dapat digunakan untuk
yang bermanfaat, dengan demikian kebersihan lingkungan akan tetap terjaga.
c.
Selain menghasilkan energi
produk buangan akhir dapat digunakan sebagai pupuk.
Komposisi
No
|
Komponen Biogas
|
Persentase (%)
|
1
|
Metan (CH4)
|
55 – 65
|
2
|
Karbon
dioksida
|
36 – 45
|
3
|
Nitrogen
|
0 – 3
|
4
|
Hidrogen
|
0 – 1
|
5
|
Hidrogen sulfide
|
0 – 1
|
6
|
Oksigen
|
0 – 1
|
Sumber : Energy Resources
Development Series no. 19, Escap, Bangkok dalam
Kadir (1987)
Penggunaan
biogas sebagai energi alternatif tidak menghasilkan polusi, disamping berguna
menyehatkan lingkungan karena mencegah penumpukan limbah sebagai sumber
penyakit, bakteri, dan polusi udara. Keunggulan biogas adalah karena konstruksi
digester sederhana, hemat ruang, awet, mudah perawatan dan penggunaannya, dan
dihasilkan lumpur kompos maupun pupuk cair.
Menurut Ginting
(2007), bahwa prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik
secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang
sebagian besar berupa metana (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan
karbondioksida. Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah
mikroorganisme, terutama bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi
adalah 30-55oC Pada suhu tersebut mikroorganisme dapat bekerja
secara optimal merombak bahan-bahan organik.
Biogas sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor-faktor yang sangat berpengaruh diantaranya :
1.
Bahan baku
Bahan baku sebaiknya berbentuk butiran halus, sehingga pembentukan
biogas dapat berlangsung dengan sempurna.
2.
Kadar air
Menurut Buren (1979), Produksi
biogas akan berjalan lancar jika presentase kandungan padatan kurang lebih 7 %.
Agar dapat beraktifitas normal, bakteri penghasil biogas memerlukan substrat
dalam kadar air 90 % dan kadar air padatan 7-10 %.
3.
Derajat keasaman (pH)
Bila proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal dan
anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara 7.0-8.5. Menurut Fry
(1974) dalam Nofal (2007) bila derajat keasaman lebih
kecil atau lebih besar dari kisaran nilai pH di atas, maka bahan
tersebut akan mempunyai sifat toksik terhadap bakteri metanogen.
4.
Kondisi Anaerob
Menurut Yani dan Darwis
(1990) bakteri metanogen termasuk mikroorganisme anaerobik yang sangat sensitif
terhadap oksigen, diketahui pertumbuhannya akan terhambat dalam konsentrasi
oksigen terlarut 0.01 mg/L.
5.
Temperatur
Digester dengan suhu mesofilik merupakan yang terbaik. Menurut
Yani dan Darwis (1990), hal ini dikarenakan rentang suhu 21 – 40 0C
lebih mudah dijaga, dengan kadar H2S yang dihasilkan rendah dan
bakteri mesofilik lebih toleran terhadap fluktuasi suhu. Suhu optimum untuk
mikroba untuk menghasilkan biogas antara 30-35oC.
6.
Pengadukan
Menurut Apandi (1980) pengadukan dibutuhkan untuk menjaga agar kerak
jangan sampai menumpuk di permukaan sehingga menghambat pelepasan gas dari
larutannya, menghomogenkan konsentrai substrat, melepaskan karbon dioksida agar
pH normal, memperbesar kontak mikroba dalam substrat, dan mencegah terjadinya
toksik lokal dalam digester.
7.
C/N Ratio
Menurut Abdullah (1998) agar pertumbuhan bakteri anaerob optimum,
diperlukan ratio optimum C:N berkisar
antara 20:1 sampai 30:1. Perbandingan C/N dari bahan organik sangat menentukan
aktifitas mikroba dan produksi biogas.
Dengan sumber bahan baku yang mudah didapat dan kualitas serta
kuantitas penelitian-penelitian mengenai
biogas yang mumpuni, maka biogas mampu menjadi solusi energi terbarukan dan
langkah mencapai swasembada energi. Pengelolaan sumber energi secara tepat akan
memberikan manfaat dan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat [].
No comments:
Post a Comment