Sunday, April 10, 2016

GAGA DIPERSIMPANGAN (Part 1)


                Celanaku bergetar, fokusku langsung buyar ketika aku sedang di dalam kelas. Hari ini jadwal kuliahku memang padat. Mulai dari pagi sampai sore, aku terus masuk kelas. Ini terjadi karena belakangan ini kami memang jarang masuk kelas karena jadwal pengajar/dosen kami yang bentrok. Karena 2  minggu lagi kami akan ujian, maka minggu ini adalah minggu padat kami untuk mengganti kuliah. Ku buka handphoneku yang ada di dalam saku celanaku. Ku buka layar utama, dan tertulis bahwa ada 5 pesan masuk dan 3 pesan dari online chatku. Ku tutup kembali handphoneku dan kembali aku fokus pada kuliahku. 30 menit kemudian, selesai sudah materi kuliah kami untuk hari ini, dan kami berhamburan keluar ruang kuliah dan bergegas untuk pulang. Sementara teman-teman yang lain pulang, aku berjalan menuju mesjid untuk melaksanakan sholat Ashar. Sambil berjalan, ku buka kembali handphoneku dan kubaca pesan-pesan masuk tadi.
                Aku adalah salah satu mahasiswa disalah satu Universitas di Kota Medan. Aku mengambil jurusan dibidang kesehatan. Namaku Gaga Pratama, namun teman-teman kampusku lebih sering memanggilku “Kang Gaga”. Aku bisa menebak mengapa teman-temanku memanggil namaku seperti itu. Pertama, Aku dibesarkan dari keluarga jawa yang lahir di sumatera. Daerah kelahiranku kebanyakan orang suku jawa walaupun orang-orang asli diwilayah kami adalah orang yang bersuku batak dan melayu. Hanya berbicaraku memang agak bercampur. Aku sering menggunakan istilah jawa tetapi irama berbicaraku agak kebatak-batakan dan melayu. Dan banyak pemuda diwilayahku juga seperti itu. Jika dikampus, aku sering terbawa model komunikasi seperti dikampung. Kedua, aku dan teman-teman sekelas dikuliah pernah mencetak jaket angkatan. Kami mencetak jaket untuk kami sendiri dan setiap jaket diberi nama sesuai pemiliknya. Aku meminta di jaketku di tulis nama “Akang Gaga” dan teman-temanku tertawa melihat nama pada jaketku. Di kelas, aku dekat dengan teman-teman kuliahku, namun ada 5 orang yang menurutku sering bersama denganku dalam mejalani kehidupan kampus ini.  Mereka adalah Lido, Rifa, Fojin, Ofi, dan Gartam.
                Dari 5 pesan yang masuk di handponeku, semuanya adalah pesan masuk dari para seniorku dikampus. Ini sangat jarang terjadi. Biasanya, sms yang masuk dari orangtuaku yang menanyakan kabar, teman yang menanyakan tugas kuliah, atau operator kartu yang menginformasikan tentang promo atau tenggat pulsa yang sudah mau habis. Langsung aku buka sms-sms itu. Ketika ku buka semua inti pesannya sama, yaitu meminta aku untuk ikut pada rapat yang akan dilaksanakan di dekat mesjid. Kebetulan di dekat mesjid ada ruang besar yang disediakan untuk kegiatan mahasiswa dan juga digunakan untuk menampung jamaah yang berlebih.
Terbesit dipikiranku tentang isu-isu yang beredar di kampus bahwa sekarang sedang masa pergantian pengurus organisasi terutama organisasi yang ada di fakultasku. Aku berpikir apakah mungkin ini adalah rapat tentang menaggapi hal ini? Apa pantas aku mengikuti rapat yang penuh dengan kebijakan penting ini? Atau jangan-jangan aku menjadi target man untuk meneruskan kepengurusan? Aku terus berpikir dan berharap agar aku tidak menjadi ketua pada salah satu organisasi kampus karena aku tidak sanggup. Aku sudah dapat membayangkan bagaimana repot dan sibuknya seorang pimpinan organisasi dalam menjalankan organisasi. Belum lagi hubungan yang harus dijaga antara hubungan horizontal yaitu bersama teman-teman kampus dan hubungan vertikal yaitu bersama pihak birokrasi kampus atau pihak eksternal kampus.
Hatiku terus bergemuruh seakan-akan memberikan sinyal bahwa akan ada sesuatu terjadi. Badanku berkeringat dan bajuku basah karena keringatku sendiri padahal hari mendung dan angin dingin mengalir disela-sela tubuhku selama perjalanan menuju mesjid. Aku melihat sekeliling dan sepintas, aku melihat teman sekelasku, Fojin. Dia adalah mahasiswa yang murah senyum, walaupun beberapa kali tertidur dikelas, dia memilki nilai yang cemerlang di kelas, bahkan belakangan banyak mahasiswi-mahasiswi yang dekat dengannya karena wataknya yang mudah mencair. Aku berpikir bahwa dia lebih pantas untuk dijadikan pimpinan organisasi karena karakter yang dia miliki menurutku sudah pantas untuk itu. Apabila pun ada yang menjadi lawannya dalam pemilihan nanti, maka lawannya pasti akan kalah telak. Aku mulai berjalan mendekatinya dan mengucapkan salam sembari meneruskan perjalanan bersama menuju mesjid. Ketika kami sudah sampai dipintu mesjid, tak kusangka ia bertanya “Ga, Kamu dapat sms dari bang Jen?” lalu aku menjawab “ya, kenapa rupanya?”, lalu dia senyum dan mengatakan” selesai sholat, kita bareng ke Aula mesjid ya, aku juga dapat sms dari bang Jen”.


Bersambung....

No comments:

Post a Comment