Tuesday, January 17, 2017

TUJUAN KITA ADALAH PERDAMAIAN DUNIA

Ilustrasi Proyek Sosial Kerukunan Antar Umat Beragama

"Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa." (Gajah Mada, Padmapuspita, 1966:38)”. Yang artinya, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
Demikianlah bunyi sumpah lantang sang patih Kerajaan Majapahit, Gajah Mada, menurut kitab Pararaton. Ikrar terucap karena kuatnya keinginan Gajah Mada untuk membendung pengaruh kerajaan-kerajaan dari luar Nusantara yang ingin menguasai Nusantara. Satu sumpah untuk mempersatukan wilayah-wilayah kepulauan Nusantara. Kisah masa lalu Indonesia yang membuktikan bahwa wilayah nusantara yang sekarang bernama Indonesia ini memiliki cita-cita besar yaitu berdaulat terhadap wilayahnya sendiri.
Realita yang kita hadapi di wilayah nusantara saat ini adalah konflik horizontal yang tiada hentinya. Mulai dari pergesekan antar suku, ras, dan agama mulai merebak di berbagai wilayah. Berbicara keyakinan, setiap individu memiliki keyakinan yang dipercayainya masing-masing. Namun, satu kata yang dapat membuat kelompok-kelompok dengan latar belakang yang berbeda ini berjalan beriringan menuju tujuan bersama yang besar, yaitu toleransi. Penulis masih ingat betul bahwa materi pelajaran ini diajarkan saat penulis berada di sekolah dasar. Mulai dari siswa sekolah dasar sudah diajari secara teori mengenai makna toleransi. Pembelajaran yang panjang mengenai makna toleransi.
Ketika teori toleransi ini menuntut untuk diamalkan, maka pelaksanaannya tidak semudah mempelajari teorinya. Bahkan indikator toleransi antar kelompok yang berbeda latar belakang juga beragam. Perpecahan mulai terjadi saat hal-hal berbeda ini terus ditonjolkan dalam satu kelompok. Sementara cita-cita dan tujuan besar semakin jauh dan semakin mustahil untuk digapai jika ini terus berlanjut. Penulis sengaja tidak mencantumkan contoh-contoh kasus yang beredar di media saat ini karena ditengah kehidupan sosial penulis sendiri sudah merasakan kegerahan berkehidupan sosial di sekitar lingkungan.
Ditengah konflik horizontal ini, dibutuhkan upaya perdamaian dengan duduk bersama sehingga muncul solusi-solusi untuk menyelesaikan masalah. Kita membutuhkan keberanian yang sesungguhnya, yaitu keberanian untuk duduk bersama dengan orang yang bermasalah dengan kita, kemudian kita menyelesaikan bersama. Setelah solusi didapatkan, kita berkomitmen bersama untuk melaksanakan solusi dengan sebaik-baiknya.
Ketika solusi mampu menjadi pemecah masalah, ditindaklajuti kepada perumusan tujuan bersama. Tujuan bersama yang melibatkan seluruh anggota kelompok atau masyarakat sehingga terjadi interaksi sosial yang dapat menjadi ajang pengamalan toleransi. Contohnya dapat dimulai dari proyek-proyek sosial yang dapat melibatkan masyarakat mulai dari komunitras terkecil seperti antar keluarga dalam satu rukun tetangga. Proyek-proyek sosial ini dapat menjadi media pembinaan masyarakat untuk berinteraksi dan memiki toleransi yang maksimal. Dan yang perlu kita ingat adalah kita memiliki tujuan besar yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Untuk kelompok-kelompok yang bersifat radikal, penulis percayakan kepada pihak keamanan dan penegak hukum negara ini. Keperyaan yang diberikan sebagai bukti menghormati pihak yang berwenang masih memiliki fungsi di negara ini. Upaya yang sudah dilaksanakan untuk menertibkan kelompok-kelompok radikal ini pasti sudah dilaksanakan, namun upaya yang dilaksanakan belum menyelesaikan akar masalah yang terjadi terbukti dengan kelompok-kelompok radikal tersebut masih terus melakukan permasalahan terus menerus. Kemudian kepada kelompok pemicu perpecahan, penulis menilai langkah ini tepat, namun jika tidak disertai bukti otentik dalam pelaksanaan penegakan hukumnya, maka langkah ini akan menjadi boomerang kepada pihak berwenang.

Tujuan menciptakan perdamaian dunia yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 menjadi tantangan untuk kita. Kita harus mampu menjaga perdamaian dan keamanan dalam wilayah kita terlebih dahulu, lalu jika kita sudah mampu mewujudkan perdamaian dari dalam negara kita maka kita akan mampu bergerak berupaya mewujudkan upaya perdamaian dunia. Penulis berharap di masa depan, Indonesia mampu menjadi tim mediasi untuk permasalahan-permasalahan dunia sehingga Indonesia dikenal sebagai global problem solver sebagai wujud kontribusi nyata terhadap dunia []. 

Sunday, January 8, 2017

DEWAN ETIK MAHASISWA SEBAGAI SOLUSI PENYELESAINAN MASALAH HORIZONTAL MAHASISWA

LEMBAGA YUDIKATIF MAHASISWA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016




                Mahasiswa fakultas farmasi dikenal sebagai mahasiswa yang sangat ilmiah dan study oriented. Ini menjadi peluang dan tantangan sendiri untuk kehidupan mahasiswa di farmasi. Di satu sisi, sikap apatis atau kepedulian yang minim kepada lingkungan menjadi masalah utama moral mahasiswa farmasi pada umumnya, walaupun tidak semua mahasiswa farmasi memiliki sifat seperti itu.
                Permasalahan-permasalah yang muncul ditengah-tengah mahasiswa berbagai macam dan bervariasi sehingga masalah itu dapat penulis klasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu permasalahan horizontal dan permasalahan vertikal. Untuk permasalahan vertikal adalah masalah yang terjadi antara seorang atau kelompok mahasiswa kepada pihak perangkat kampus seperti dosen, dekanat, pegawai kampus, dan lain-lain. Permasalahan horizontal adalah masalah yang terjadi antara seorang atau kelompok mahasiswa kepada sesama mahasiswa .
                Pada permasalahan vertikal, tentu mahasiswa tinggal menunggu sanksi dari pihak kampus kepada mahasiswa tersebut. Penyelesaian masalah lebih jelas dan mahasiswa hanya bisa pasrah menerima semua konsekuensi terhadap masalah yang menerpanya. Sementara masalah horizontal bersifat rawan atau dapat berkembang dan meluas jika tidak segera didapatkan penyelesaiannya. Pada konflik horizontal, dibutuhkan penengah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
                Penyelesaian masalah yang reaktif, tanggap, dan kekeluargaan adalah melalui sidang atau musyawarah internal bersama perangkat-perangkat yang berfungsi sebagai wadah mahasiswa.  Pemilihan jalur penyelesaian masalah dengan musyawarah lebih tepat dibandingkan jika masalah dibiarkan meluas dan sampai kepada ranah hukum pidana atau sampai pada potensi konflik kerusuhan.
                Hingga pada momen-momen tertentu, masalah horizontal di lingkungan mahasiswa farmasi muncul dan pihak kampus masih mempercayakan wadah-wadah mahasiswa untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada satu sisi, momen masalah ini menjadi suatu pembelajaran yang sangat berharga. Sehingga, semboyan dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa sangat terasa ditegakkan saat permasalahan tersebut selesai.
                Penulis ingin menceritakan salah satu momen yang berharga tersebut. Pada saat pesta demokrasi terjadi di fakultas farmasi. Pada saat itu, sedang terjadi pemilihan umum untuk memilih Gubernur Mahasiswa tingkat fakultas dan Ketua Himpunan Program Studi. Masalah bermunculan saat pelaksanaan PEMIRA, maka yang memiliki wewenang untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa Farmasi sebagai penyelenggara. Ketika masalah sudah diselesaikan dengan KPU sebagai penengah, ternyata ada pihak yang tidak terima dengan hasil keputusan.
                Ketika masalah ini “deadlock”, maka penulis bersama dengan teman-teman wadah mahasiswa di kampus memilih berinisiatif berdiskusi dengan pihak kampus untuk masalah ini diselesaikan di internal mahasiswa. Setelah berdiskusi maka wadah mahasiswa diamanahkan untuk menyelesaikan masalah ini. Selanjutnya, para stakeholder wadah mahasiswa menjalankan mission imposible ini dengan tanpa pengalaman dari pendahulu. Langkah awal yang dibuat adalah membentuk wadah yudikatif mahasiswa yang langsung ditunjuk dari badan eksekutif mahasiswa. Setelah badan yudikatif muncul, maka tim yudikatif melakukan “root map problem” atau menganalisis akar permasalahan.
                Setelah akar masalah didapatkan. Selanjutnya adalah tim yudikatif melakukan gelar persidangan untuk mengklarifikasi segala hal yang terjadi dan memformulasi solusi untuk menyelesaikan permasalahan. Dan tidak lupa tim yudikatif juga menghadirkan pihak-pihak yang bersengketa. Setelah melaksanakan gelar persidangan “alot” selama seharian, didapatkan solusi terhadap masalah yang telah disepakati oleh kedua pihak yang bersengketa. Setelah pihak menerima solusi, maka kasus selesai dan potensi konflik horizontal dapat dihentikan.
                Berkas-berkas diteruskan kepada pihak kampus sebagai dokumentasi penyelesaian masalah. Kemudian tim yudikatif dibubarkan oleh badan eksekutif mahasiswa dan akan dibentuk kembali jika terjadi masalah horizontal di tengah-tengah mahasiswa farmasi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada M. Syahrum Harahap (Ketua Tim Dewan Etik Mahasiswa Farmasi) dan Rivaldo Perdana Putra (Staff Tim Dewan Etik Mahasiswa Farmasi) 2016, kemudian ucapan terima kasih kepada Tim Panitera sebagai Tim Pelaksanaan Persidangan yang penulis tidak dapat tuliskan satu per satu. []